Tantangan Baru untuk Era Baru
CATATAN oleh Suharyono Soemarwoto Pemerhati Ketenagakerjaan & Ekonomi Kerakyatan
PROKAL.CO, BERALIHNYA pengelolaan Blok Mahakam ke PT Pertamina Hulu Mahakam diyakini banyak pihak bakal memberikan perbedaan. Terutama pada sudut padnang kedaulatan, karena akhirnya salah satu sumber energi dengan produksi terbesar di Tanah Air itu digarap perusahaan negara.
Menurut catatan penulis, hiruk-pikuk serta tarik-ulur kembalinya blok migas ini sungguh menguras pikiran, tenaga, waktu, serta penuh dinamika yang mengadang. Tak terkecuali oleh kalangan pekerja melalui serikatnya. Setidaknya ada tujuh hal yang menjadi harapan baru, atas kembalinya blok Mahakam ke pangkuan Ibu Pertiwi.
Pertama, urgensi alih kelola ini merupakan komitmen negara dalam pembangunan berkelanjutan (sustainable development), demi terwujudnya kedaulatan energi nasional. Langkah yang sama, harus diikuti pengalihkelolaan wilayah kerja migas lainnya kepada Pertamina sebagai BUMN. Ini sejalan dengan tujuan nasional dan amanat UUD 1945.
Kedua, kepemilikan saham operatorship 100 persen adalah Pertamina, yang boleh share down kepada Daerah sebagai Participating Interest (PI Daerah) sejumlah 10 persen. Serta kepada perusahaan existing atau pihak lain 39 persen melalui proses B2B (bussiness to Bussiness).
Sebelumnya, Pertamina maupun daerah tidak memiliki saham sama sekali. Daerah penghasil migas hanya mendapatkan dana perimbangan dari pusat yang besarannya bervariasi sesuai tingkat produktivitas pada setiap periode. Ke depan, di samping mendapatkan dana perimbangan, Kaltim maupun Kutai Kartanegara melalui Perusda juga akan akan mendapatkan sumber pendapatan baru dari keterlibatan perusahaan daerah yang terlibat di sana.
Oleh karena itu, redefinisi, re-orientasi, dan revitalisasi perusda mutlak diperlukan agar benar-benar bersaing dengan korporasi besar. Salah satunya melalui rekrutmen kepemimpinan yang profesional, terbuka dan teruji kemampuan bisnisnya. Bukan dari kalangan birokrat maupun kroni-kroni kepala daerah yang mungkin pernah berjasa saat pilkada berlangsung.
Ketiga, ada masa transisi dua tahun sebelumnya, agar proses alih kelola berjalan lancar dan produktif. Terbukti Pertamina memulai investasinya lebih awal melalui pengeboran puluhan sumur di 2017, penandatangan kontrak ketenagakerjaan maupun melanjutkan ratusan kontrak-kontrak lainnya.
Pengalaman sebelumnya, banyak alih kelola blok migas yang diputuskan saat-saat terakhir (last minute) menjelang tanggal berakhirnya kontrak. Seakan terkesan memang tidak ada niat untuk beralih. Kondisi ini pastilah berdampak negatif terhadap operator selanjutnya. Termasuk jaminan keberlanjutan para pekerjanya (security job). Hal ini mulai dikhawatirkan terjadi pada blok migas East Kalimantan, yang akan ditinggal Chevron Oktober nanti.
Keempat, penggunaan Tenaga Kerja Asing (TKA) tentu akan sangat berkurang. Kalaupun nantinya ada, harus benar-benar sesuai kebutuhan riil operasional, dan demi keberlanjutan bisnis global semata. Hanya untuk alih teknologi baru, seiring dengan ketentuan nasionalisasi tenaga kerja atas TKA. Bukan pada kebutuhan padat karya.
Kelima, tidak terjadi kekosongan hubungan industrial. Sebab, jauh hari sebelumnya, para pihak telah bersiap dan berkomitmen melanjutkannya hubin yang setara, dinamis, dan progresif. Para pekerja dan serikat pekerja sebelumnya pun telah melakukan transformasi organisasi, agar saat alih kelola tetap terjaga kesinambungannya sesuai UU Ketenagakerjaan No 13/2003 Maupun UU Serikat Buruh/Pekerja No 21/2000.
SIKAP SKEPTIS
Tarik ulur kepentingan sangatlah nyata. Kusak-kusuk untuk berebut pengaruh, berebut kemenangan telah berlangsung bertahun-tahun. Bukan hanya menguras energi dan gizi, tetapi tidak terleakkan terjadi saling saling sikut, saling serang, kampanye hitam (black campaign) mencari kelemahan, sampai menjelekkan pihak lain. Lobi-lobi pun ramai. Para pengambil keputusan di negeri ini sungguh diuji seberapa besar keberpihakannya pada rakyat, bangsa, dan negara.
Banyak pihak yang terpengaruh dan skiptis terhadap kemampuan bangsa sendiri. Padahal di sana telah bersiap pekerja dan serikatnya untuk bersinergi dalam mempertahankan kedaulatan energi migas nasional. Menurut hemat kami, siapapun operatornya, tanpa melibatkan pekerja yang sekarang ini ada, maka akan menemui kesulitan besar, bahkan mungkin kegagalan. Sumber daya manusia berkualitas dan berjiwa nasionalis menjadi pilar utama suksesnya alih kelola ini.
Di sisi lain, tak dimungkiri bahwa sangat banyak muatan kepentingan untuk menangguk keuntungan yang kadang menimbulkan intrik, kegalauan, kusak-kusuk, yang mengatasnamakan apa pun. Termasuk main di banyak kaki dan cenderung irasional untuk raih kepentingannya.
DAMPAK INVESTASI
Investasi baru ini diharapkan memberikan dampak positif secara mikro untuk Pertamina sendiri maupun secara makro untuk rakyat, bangsa, dan negara. Ada kaitan ke belakang (backward linkage) menarik sektor-sektor ekonomi lainnnya seperti jasa kontstuksi, ketenagakerjaan, boga, transportasi dan lain-lain. Dengan kaitan ke depan (forward linkage) terhadap sektor hilir migas, penyerapan tenaga kerja, kandungan impor (import content), ekspor, perpajakan, pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan sosial dan lain-lain.
Menurut Prof Wan Usman, guru besar FEB Universitas Indonesia dan Trisakri Jakarta, investasi itu memiliki multiplyer effect sangat besar, sehingga diperlukan situasi yang kondusif. Terutama menyangkut kepastian hukum dan jaminan stabilitas politik dan keamanan suatu negara.
Dalam kaitan ini, operator baru diharapkan mampu menangkap aspirasi dalam membangun sinergitas bersama pemangku kepentingan. Termasuk memberikan nilai tambah (added value) bagi masyarakat di sekitar wilayah kerjanya. Hendaknya dijalin komunikasi timbal balik yang harmonis dan produktif, untuk mendekatkan diri dengan lingkungannya agar tidak terjadi keterasingan, bagaikan menara gading akibat kesalahan mengaktualisasikan keberadaan di lingkungannya.
Lingkungan masyarakat sekitar harus mendapat akses yang maksimal menyangkut perluasan kesempatan kerja, berusaha, maupun pengurangan ketimpangan sebagai integrasi dari tanggung jawab sosialnya (TJS). Agar mereka tidak sekadar jadi penonton, memandangi nasib, sementara di depan mata sumber daya alam dieksplotasi besar-besaran.
Oleh karena itu, prinsip pembangunan berkelanjutan (sustainable development) harus dijadikan motor penggerak dalam industri ini. Bukan hanya untuk memenuhi kebutuhan generasi masa kini tetapi juga harus mempersiapkan kebutuhan bagi generasi yang akan datang. Diperlukan tampilan, unjuk kinerja baru yang benar-benar membumi, sehingga mampu meningkatkan kesejahteraan bagi lingkungan dan terpupuk rasa handarbeni (memiliki) dan hangrungkebi membela.
TANTANGAN DAN HAMBATAN
Tantangan dan hambatan pasti ada. Di sini diperlukan team work profesional dan berlandaskan jiwa nasionalis sejati, agar tak terjadi loyalitas ganda. Tantangan terberat yang dihadapi adalah membuktikan kinerja lebih baik dari pada sebelumnya. Harus mampu mempertahankan dan meningkatkan produktivitas sesuai yang ditentukan negara. Serta memutus mata rantai yang mungkin berdampak kontra produktif.
Pada 2020 nanti, dunia akan memasuki Era Industry 4.0 yang juga perlu persiapan matang. Saat itu, tren otomatis industri dan pertukaran data dalam teknologi manufaktur. Di dalamnya termasuk teknologi cloud computing, cyber-physical system dan Internet of Things (IoT).
Akan muncul smart factory” sebagaimana saat ini. Ada smartphone, smartcard dan istilah-istilah lainnya. Era tersebut merupakan transformasi sistematik yang lebih luas cakupannya dibanding era sebelumnya. Akan mencakup dampak terhadap masyarakat, struktur pemerintahan, dan peranan manusia dalam struktur ekonomi dan manufaktur.
Menurut World Economic Forum (WEF) pada Januari 2016 lalu, diperkirakan akan ada sekitar 35 persen keahlian yang yang dianggap penting saat ini, kelak akan berubah. Yang lebih berperan adalah kecerdasan buatan dan machine learning, robotika, transportasi autonomous, advanced materials, bioteknologi dan genomic yang akan sangat berperan dalam Revolusi Industri Generasi Keempat.
Soft skill pun harus dipersiapkan. Setidaknya ada 10 (sepuluh) untuk menjawab tantangan dunia industri. Yakni keterampilan menyelesaikan permasalahan yang kompleks, berpikir kritis, kreativitas, manajemen SDM, koordinasi, kecerdasan emosional, pengambilan keputusan, orientasi pada layanan, negosiasi, dan kelenturan berpikir.
Hal-hal tersebut ini akan berdampak negatif terhadap ketenagakerjaan, jika tidak dipersiapkan secara cermat, fokus, terus-menerus, bertingkat, dan sungguh-sungguh. Kapabilitas dan kualitas tenaga kerja harus ditingkatkan untuk bertransformasi dalam memanfaatkan teknologi yang serba digital dalam smart industry.
Selamat bekerja, Pertamina. Semoga sukses, memberikat manfaat yang lebih untuk rakyat, bangsa, dan negara tercinta. (harysmwt@gmail.com/***/man/k18)