PROKAL.CO, CATATAN: SUHARYONO SOEMARWOTO *)
BICARA masalah ekonomi, tak lepas dari aspek mikro dan makro. Banyak faktor yang memengaruhi, dari regulasi,
ketersediaan sumber daya, pelaku pasar, produksi, konsumen, harga, kesejahteraan, investasi dan lain-lain.
Tahun depan, banyak kalangan menilai, Kaltim bakal menatap prospektif lebih cerah. Ditandai dengan progres
investasi dan pembangunan infrastruktur. Ada peluang dan harapan, tentu juga ada tantangan dan hambatan. Salah
satu yang masih terasa, adalah masih bergantungnya pembiayaan pembangunan pada pendapatan daerah dari
sumber daya alam (SDA) seperti migas dan batu bara.
Ada sederet kabar baik yang bisa menjadi sumber optimisme bagi Kaltim. Salah satu yang menjadi perhatian, adalah
ditetapkannya Maloy Batuta Trans Kalimantan (MBTK) di Kutai Timur sebagai salah satu Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) berdasarkan Perpres Nomor 58 Tahun 2017 (perubahan atas Perpres No 3 Tahun 2016). Kawasan tersebut tentu membuka peluang dan harapan ekonomi bakal tumbuh dan berkembang pada masa mendatang. Sebab, bersama dengannya, juga dibangun konektivitas infrastruktur darat, laut, dan udara dari selatan hingga utara provinsi.
KEK MBTK akan dipercepat pembangunannya, meliputi bangunan utama yang ditopang dengan pembangunan rumah susun untuk pekerja, penyediaan tenaga terampil oleh balai latihan kerja (BLK), sekolah kejuruan, hingga kampus vokasi. Dukungan juga datang dari sisi akses transportasi.
Kembali ke aspek makro. Target pertumbuhan ekonomi Kaltim berdasarkan update Bappenas tahun ini adalah
sebesar 5,6 persen, dengan tingkat kemiskinan 4,3 persen, dan tingkat pengangguran 7,2 persen. Ke depan, daerah ini akan menjadi bagian dari upaya menjadikan Kalimantan sebagai lumbung energi dan pangan nasional. Di antaranya, dengan pengembangan hilirisasi batu bara dan energi terbarukan, serta pengembangan industri berbasis komoditas perkebunan, seperti kelapa sawit dan karet.
Namun, sampai triwulan ketiga lalu, nilai produk domestik regional bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku yang
tercatat Rp 148,39 triliun. Sementara berdasarkan harga konstan 2010, pertumbuhan ekonomi Kaltim masih tercatat hanya 3,54 persen dibanding periode yang sama pada tahun lalu.
Dari aspek mikro, ekonomi kita dihadapkan pada tantangan mewujudkan infrastruktur secara efektif dan efisien.
Kondisi itu menuntut banyak pihak bekerja lebih keras, lebih cerdas, dan lebih cepat. Berdasarkan diskusi penulis dengan Zulkifli Husein, guru besar Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Trisakti, ekonomi kita pada dasarnya dihadapkan pada kelangkaan sumber daya (resources scarcity). Terlepas dari sumber daya yang melimpah.
Pasalnya, memang diperlukan keahlian melalui penguasaan teknologi untuk menghasilkan berbagai jenis komoditas
dan mendistribusikannya kepada berbagai kelompok masyarakat atau kalangan konsumen. Dalam kaitan ini, Kaltim
harus mampu mengembangkan transformasi pembangunan dari berbasis sumber daya alam yang kian lama kian
habis, menjadi berbasis agro. Di Kaltim, potensi pertanian dan perkebunan sangat besar. Namun saat ini, baru menyumbang kurang dari 10 persen terhadap PDRB. Bahan baku selama ini keluar tanpa diolah, membuat Kaltim kehilangan nilai tambah pendapatan yang lebih besar. Karenanya, ke depan, hilirisasi memang mesti dilakukan agar kontribusi perekonomian terhadap pembangunan daerah bisa lebih besar.
Tak lupa, Kaltim juga mesti memerhatikan dinamika bisnis digital. Pemegang regulasi dan pelaku bisnis harus mampu menyesuaikan diri, jika tidak ingin tertinggal. Bersama itu pula, perlu mempersiapkan infrastruktur untuk mendukung transaksi dan operasional bisnis secara digital.
PELUANG INVESTASI
Tahun ini, Kaltim dibebani target investasi Rp 34,97 Triliun. Dalam laporan terbarunya, sepanjang triwulan ketiga lalu, Dinas Penanaman Modal Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kaltim sudah menerima rencana investasi senilai Rp 38,98 triliun. Sampai triwulan ketiga lalu, realisasinya sudah mencapai Rp 22,88 triliun. Terdiri dari Rp 12,92 triliun untuk PMA, dan Rp 9,96 triliun untuk PMDN.
Sementara berdasarkan catatan penulis, sampai triwulan I saja, sudah 2.740 lapangan kerja dari 158 proyek baru
sudah berjalan di Benua Etam. Jika sampai akhir tahun ini dapat direalisasikan secara konsisten, ada potensi serapan 14 ribu tenaga kerja di Kaltim.
Selain investasi, Kaltim juga dibebani target ekspor yang lumayan besar. Untuk kategori non-migas saja, sebesar USD 12,12, dengan komoditas utama berupa gas alam cair, batu bara, CPO, serta produk turunan seperti olahan kayu dan rotan.
Dari sektor migas, alih kelola Blok Mahakam kepada Pertamina Hulu Mahakam (PHM) tahun depan, menjadi harapan baru bagi semua pihak. Kontribusi untuk negara dan daerah diharap bisa lebih besar dibanding sebelumnya.
(**/man/k15/bersambung)
*Penulis adalah pemerhati ketenagakerjaan dan ekonomi kerakyatan, tercatat sebagai mahasiswa Program Doktor
Ilmu Ekonomi Universitas Trisakti.