PROKAL.CO, OLEH: SUHARYONO SOEMARWOTO MM
(Pemerhati Ketenagakerjaan & Ekonomi Kerakyatan,
Mahasiswa S-3 Program Doktor Ilmu Ekonomi, Universitas Trisakti)
UMBAR janji, tebar pesona, kusak-kusuk pencitraan bakal menyeruak di tengah-tengah kontestansi kampanye pilkada tahun ini maupun pileg, pemilihan anggota DPD dan pilpres tahun depan. Adu pengaruh, adu kuat bahkan adu uang untuk menghalalkan segala cara yang penting berkuasa. Itulah sisi-sisi demokrasi berbiaya ultra mahal yang bergulir setia 5 tahunan.
Dapat dihitung dengan jari, mereka yang benar-benar peduli, membela wong cilik, memberdayakan masyarakat. Mereka umumnya memakai kedok seolah pro-rakyat, namun ujungnya menyengsarakannya. Oleh karena iru, rakyat harus cerdas harus jeli memilih dan menolak politik uang agar hak-haknya tidak tergadaikan.
Inti pemberdayaan masyarakat
Sejalan dengan tujuan nasional yang termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 maka siapa pun yang mendapat mandat rakyat untuk memimpin negeri/daerah ini harus benar-benar amanah menunaikan kewajibannya untuk mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Terkait pemberdayaan masyarakat, intinya adalah peningkatan kemampuan dan kemandirian masyarakat.
Adanya up skilling (peningkatan ketrampilan) dari yang sebelumnya. Dari tidak berdaya menjadi berdaya, dari tergantung menjadi mandiri dan bergitu seterusnya. Bukan hanya untuk perseorangan namun lebih dari itu untuk lingkup keluarga, masyarakat berbangsa dan bernegara. Jangan sampai hanya dikuasai oleh sekelompok kecil masyarakat.
Ada persepsi keliru yang sering dilakukan yakni memberi bantuan langsung tunai atau sembako untuk rakyat miskin. Sebenarnya ini tidak tepat, dan harus dicari solusi lain melalui program pemberdayaan agar mereka menjadi mandiri misal melalui pelatihan kewirausahaan dan akses permodalan.
Kewajiban untuk memberdayakan masyarakat itu, bukan hanya menjadi tanggung jawab pemerintah saja, namun sektor korporasi, swasta maupun BUMN/BUMD pun memliki tanggung jawab sosialnya. Setiap perusahaan mempunyai TJS (tanggung jawab sosial/Corporate Social Responsibility) yang besarannya sekitar 3 persen dari profit yang diperoleh setiap tahunnya.
Dalam UU No. 40 Tahun 2007 ditegaskan bahwa Tangungjawab sosial dan Lingkungan (TJSL) adalah komitmen perseroan urntuk berperan serta dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas setempat maupun masyarakat pada umumnya. Ketentuan pokoknya menyebutkan bahwa TJSL ini wajib untuk perseroan yang menjalankan kegiatan usahanya di bidang dan atau berkaitan dengan sumberdaya alam; TSL ini merupakan kewajiban perseroan yang dianggarkan dan diperhitungkan sebagai biaya perseroan yang pelaksanannyna dilakuan dengan memperhatikan kepatutan dan kewajaran; dan Perseroan yang tidak melaksanakan kewajiban TJSL akan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang yang berlaku.
Bahwa setiap penanam modal baik PMDN maupun PMA berkewajiban untuk melaksanakan TJSL (CSR). Tanggung jawab yang melekat pada setiap perusahaan penanaman modal untuk tetap menciptakan hubungan yang serasi, seimbang dan sesuai dengan lingkungan, nilai, norma dan budaya masyarakat setempat; serta Setiap penanam modal bertanggung jawab untuk menjaga kelestarian lingkungan hidup.
CSR dikenal juga dengan sebutan TJSL (Tanggung jawab Sosial dan Lingkungan) itu sudah diatur sedemikian rupa dapal UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (PT), UU No. 25 Th 2007 tentang Penanaman Modal, UU No. 32 th 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, UU No.22 Th 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, PP 47 tahun 2012 tentang Tanggung jawab sosial dan lingkungan bagi Perseroan terbatas dan Permenneg BUMN No.PER-05/MBU/2007 tentang Program kemitraan BUMN dan usaha kecil dan bina lingkungan.
Potensi TJSL Kaltim
Dari data expose bahwa potensi Dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari sektor pertambangan batubara di Kaltim diperkirakan mencapai Rp 240 miliar per tahun. Hal ini disadarkan pada perhitungan volume produksi batu bara Kaltim yang mencapai 240 juta metrik ton per tahun. “Alokasi dana CSR untuk batu bara itu sekitar Rp 500 sampai Rp 1.500 per metrik ton. Jadi kalau rata Rp 1.000 per metrik ton, maka setahun bisa mencapai Rp 240 miliar
Sementara itu, sektor perkebunan, pertanian, pertambangan dan migas perlu digalakkan dan disinkronkan dengan pembangunan daerah baik oleh pemerintah pusat, provinsi mauun kabupaten/kota serta perusahaan agar benar-benar pelaksanaannya tidak tumpang tindih dan tidak terjadi ”kebocoran” di sana-sini. Law inforcement harus ditingkatkan sejalan dengan Perda no. 3 Tahun 2013 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan. Besaran Dana TJSL dipatok tiga persen dari keuntungan perusahaan setiap tahunnya. Jadi ini sangat signifikan untuk menopang APBD Pemprov Kalimantan Timur.
Dari berbagai sumber diketahui bahwa program-program CSR yang dialukan perusahaan itu beragam, ada yang mengembangkannya di bidang infrastruktur, pendidikan, kesehatan, ekonomi dan budaya dengan anggaran yang berbeda-beda. Menurut hemat kami, perlu mapping bidang garapan ini agar tidak tumpang tindih dengan program-program pemerintah maupun instansi sektoral terkait. Harus ada koordinasi yang efektif sehingga hasilnya lebih bermanfaat dan tidak ada yang mubazir nantinya.
Pembangunan fisik infrastruktur mestinya tidak dilakukan oleh perusahaan, mengingat jumlah anggaran yang dibutuhkan biasanya sangat besar, terlebih cakupannya sangat luas. Porsi terbesar sebaiknya diarahkan untuk program pemberdayaan masyarakat utamanya ketrampilan agar terjadi up skilling dan mudah mendapatkan akses pekerjaan maupun peluang usaha. Untuk ikut mengurangi kemiskinan maupun pengangguran dapat menggandeng BLK-BLK di kota/kabupaten setempat sebagai mitra pelaksana program CSR.
Programnya dapat berupa BLK Masuk Desa, BLK Keliling, dan lainnya. Mengingat pentingnya SDM sebagai subyek pembangunan maka program CSR bidang ini perlu diperkuat untuk dijadikan investasi strategis bagi bangsa dan negara Indonesia; terlebih pada 2020 akan dimulai Era Industi 4.0 yang serba digital dan otomatisasi.
Pelaksanaannya pun harus terbuka, dan melibatkan elemen-elemen masyarakat yang memiliki kemampuan dan profesional bukan mengandalkan koneksi pribadi dan kolusi. Tender terbuka perlu dibudayakan dibarengi komitmen kuat pelaksana dari perusahaan. Dibarengi pengawasan harus dilakukan oleh pihak-pihak terkait, terutama oleh instansi yang memberikan persetujuan mengenai program CSR dan anggarannya.
Rakyat juga diminta peransertanya untuk ikut mengawasi pelaksanaannya agar benar-benar tidak dinodasesatkan dan bermanfaat bagi rakyat, bukan pencitraan perusahaan. Pengawasan dilakukan secara terus-menerus dan berkala, termasuk sidak-sidak maupun audit menyeluruh oleh lembaga/instansi yang independen & terpercaya.
Harapan Baru Blok Migas Mahakam
Sejak 1 Januari 2018, Blok Migas Mahakam secara resmi telah dialihkelolakan kepada Pertamina Hulu Mahakam (PHM) sebagai BUMN Indonesia. Telah dimulai Era baru penuh harapan baru, bukan hanya bagi perusahaan, pekerja/serikat pekerja/keluarga, masyarakat namun lebih dari itu untuk kepentingan kedaulatan energi nasional, kedaulatan ketenagakerjaan Indonesia dan NKRI. Terkait pemberdayaan masyarakat sekitar hendaknya tidak lagi berorinetasi pada pencitraan semata, namun harus benar-benar pro-rakyat, pro-kemandirian dan pro-keberlanjutan.
Sehingga tidak ada lagi mengurus program-program yang ”ecek-ecek”, kecil dan terkesan sporadis. Ke depan, PHM selaku BUMN yang juga mengemban misi mensejahteraan rakyat Indonesia, kiranya perlu membangun sentra-sentra industri kecil dan menengah di tiap-tiap kecamatan sekitar lokasi perusahaan; sekolah-sekolah vokasi unggulan, Balai Latihan Kerja (BLK), Universitas Pertamina Kelas Jauh (UPKJ), maupun ekonomi kerakyatan melalui korporasi berbasis koperasi yang dapat dijadikan mitra kekaryaan Pertamina Hulu Mahakam (PHM) di masa yang akan datang.
Dengan investasi sosial yang sangat besar ini diharapkan terwujud keberlanjutan perusahaan dengan lingkungan dan masyarakatnya. Prinsip sustainability development yang bukan hanya untuk memenuhi keperluan masa kini, tetapi juga keperluan masa yang akan datang akan dapat diwujudkan secara bertahap, memenuhi azas manfaat dan berkelanjutan. Di samping itu, terus melaksanakan program kemitraan BUMN dengan usaha kecil dan program bina lingkungan sebagaimanan diatur dalam Permenneg BUMN No.PER-05/MBU/2007.
Di sisi lain, seluruh elemen masyarakat maupun pemangku kepentingan pun harus bahu membahu dengan PHM agar kondusivitas dan produktivitas dapat ditingkatkan sehingga azas manfaat dapat dipenuhi dengan baik. Terlebih pemerintah daerah harus berperan signifikan atas kepemilikan Participating Interest 10 persen, dibanding sebelumnya mereka tidak memilikinya hanya sekadar mendapat dana perimbangan bagi hasil dari pusat. Dengan demikian maka azas manfaat dan keberlanjutan dapat diwujudkan demi kesejahteraan masyarakat dan pembangunan nasional serta kedok pemberdayaan masyarakat tidak terjadi lagi dan harus ditanggalkan sejauh-jauhnya. Semoga!