Oleh : Suharyono Soemarwoto, MM.
(Pemerhati Ketenagakerjaan & Ekonomi Kerakyatan)
BERBICARA Detak berkaitan rhytm, langkah ataupun tahapan; detik berkaitan dengan waktu, Sedangkan nasionalisasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah menjadikan sesuatu menjadi milik bangsa dan negara. Jadi detak detik nasionaliasi adalah Langkah dan waktu menjadikan sesuatu menjadi milik negara. Tarik ulur kepentingan dalam proses nasionalisasi asset dan sumberdaya alam begitu mengemuka, ada yang malu-malu juga ada yang terang-terangan serta tidak luput dari sorotan media.
Ibarat pesta rakyat, perhelatan nasional ini telah dinanti banyak orang, rakyat dan bangsa Indonesia. Terlebih di Kalimantan Timur yang kaya akan sumberdaya alam, termasuk minyak dan gas bumi. Detak Detik Nasionalisasi adalah Langkah dan waktu saling berpacu, saling beriringan melaju dan tidak terulang lagi. Nasionalisasi pun begitu adanya. Misal Industri-industri yang dinasionalisasi, berkewajiban untuk beroperasi demi kepentingan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat sesuai amanah Pasal 33 UUD 1945; bahkan tidak bisa terelakan kadang terkungkung oleh pihak-pihak yang berpengaruh entah apa motifnya. Menyangkut kepentingan susah didefinisikan, susah dipahami bagaikan ruang gelap transksional yang penuh misteri.
Kadang terjebak bagi-bagi rejeki kepada para kroni. Juga kadang tak terelakan adu ego, adu kuat, membunuh karakter, segala macam intrik yang berpura-pura mengatasnamakan rakyat tapi ujung-ujungnya menyengsarakannya.
Tujuan Nasional
Nasionalisasi asset dan sumberdaya alam harus sejalan dengan tujuan nacional sebagaimanan termaktub dalam Pembukaan UUD 1945 Aline ke-4 : ”melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh rumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial”. Menuntut semua elemen Republik untuk berkomitmen mencapai tujuan nasional secara bersama-sama, bersatu padu , gotong royong membangun negara tercinta. Tidak ada yang kekurangan dan tidak pula yang ultra berlebih sehingga memperlebar jarak antara si kaya dan si miskin. Semua program pembangunan harus memperkokoh kedaulatan, ipoleksosbud hankam (ideologi, politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan) serta berkepribadian.
Sebagai subyek, sumber daya manusia harus dikembangkan sejalah dengan tujuan nacional maupuun tujuan pendidikan nasional. Dalam UUD 1945 (versi Amandemen) Pasal 31, ayat 3 menyebutkan, “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistem pendidikan nasional, yang meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta ahlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, yang diatur dengan undang-undang.”. Pasal 31, ayat 5 menyebutkan, “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menunjang
tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat manusia.” Tujuan Pendidikan Nasional dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003 Jabaran UUD 1945 tentang pendidikan dituangkan dalam Undang-Undang No. 20, Tahun 2003.
Pasal 3 menyebutkan, “Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.”
Tujuan Pendidikan menurut UNESCO Dalam upaya meningkatkan kualitas suatu bangsa, tidak ada cara lain kecuali melalui peningkatan mutu pendidikan. Berangkat dari pemikiran itu, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui lembaga UNESCO (United Nations, Educational, Scientific and Cultural Organization) mencanangkan empat pilar pendidikan baik untuk masa sekarang maupun masa depan, yakni: (1) Learning to Know, (2) Learning to do (3) Learning to be, dan (4) Learning to live together. Dimana keempat pilar pendidikan tersebut menggabungkan tujuan-tujuan IQ, EQ dan SQ.
Ajaran Trisakti Bung Karno
Tahun 1963 dalam pidatonya, Bung Karno menegaskan Ajaran Trisakti yakni (1). Berdaulat di bidang politik (2). Berdikari di bidang ekonomi dan (3). Berkepribadian dalam kebudayaan harus dijalankan lewat karya dan aksi nyata, bukan kata-kata maupun propaganda. Penjabaran Trisaksi (1) Kedaulatan dalam politik diwujudkan melalui pemnbangunan demokrasi politik berdasarkan hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Kedaulatan rakyat menjadi identitas, karakter, nilai dan semangan yang dibangun dalam kegotong-royongan dan
persatuan bangsa. (2) Berdikari dalam ekonomi diwujudkan melalui pemangunan demokrasi ekonomi yang menempatkan rakyat sebagai pemegang kedaulatan di dalam pengelolaan keuangan negara dan pelaku utama dalam pembentukan produksi dan distribusi nacional.
Penggunaan sumberdaya ekono nacional dimakfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (3) Kepribadian kebudayaan diwujudkan melalui pembangunan karakter identitas bangsa yang berbasis kegotong-royongan dan ke-bhineka-tunggal-Ika-an. Bangsa Indonesia yang memiliki bonus sumberdaya alam dan demografi harus benar-benar berdaulat termasuk dalam penguasaan dan pengelolaan SDA (sumbedaya alam) yang
dimilikinya. Sebagai Alat Strategis Pemersatu Bangsa Indonesia. Harus terus digelorakan dan diaktualisasikan dalam sebuah karya nyata, terlebih dalam siatuasi krisis terkait ekonomi, demi kedaulatan maupun keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam eksploitasi sumberdaya alam (SDA), Indonesia masih kurang memperhatikan aspek-aspek keberlanjutan, perlindungan alam dan kebermanfaatan bagi masyarakat. Padahal UUD 1945 pasal 33 ayat 3, telah mengamanatkan secara jelas bahwa bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Persoalan yang menyangkut penguasaan lebih dari 80% asset dan ekonomi nasional oleh hanya kurang dari 2% etnis tertentu, harus diselesaikan secara tepat dan cepat agar eksistensi, jatidiri dan keaslian kita tidak punah karena tergilas konglomerasi dan blobalisasi. Indonesia belumlah sepenuhnya berdaulat pada pengelolaan SDA, negara belum sepenuhnya menguasai kekayaan SDA karean sistem pengaturan dan pengawasan perusahaan, penanaman
modal dan pengelolaan SDA masih lemah. Sebagai akibatnya, hasil dari pengelolaan SDA masih rendah sehingga tidak cukup mengakselerasi pembangunan demi kemakmuran rakyat. In parallel haru dilakukan revitalisasi pengelolaan SDA dan BUMN-BUMN Indonesia untuk menyejahterakan rakyat. Reformasi atas tata kelola SDA di Indonesia harus dilakukan termasuk mereformasi BUMN / BUMD, perusahaan swasta, asing dan penanam modal yang mengelola SDA Indonesia.
Reformasi itu termasuk mengkaji seluruh regulasi yang telah ada dan yang akan dibuat tentang pengelolaan SDA. Perlu dipastikan, regulasi tentang tata kelola SDA Indonesia pro terhadap kedaulatan bangsa dan kesejahteraan rakyat. Dibarengi audit menyeluruh atas pengelolaan SDA dalam berbagai aspeknya. Ke depan harus dilakukan
nasionalisasi pengelolaan SDA agar memberikan sumbangan pendapatan negara guna mempercepat pertumbuhan eknomi nasional dan memakmurkan rakyatnya.
Nawacita dan Nasionalisasi SDA
Nawacita(9 Cita-cita) harus dijadikan sub-sistem dari Ajaran Trisaki Bung Karno. Semua elemen Republik dan pemerintah dari pusat hingga ke pelosok negari harus memehami dank omit untuk melaksanakannya. (1) Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman pada seluruh warga negara, melalui politik luar negeri bebas aktif, keamanan nasional yang terpercaya dan pembangunan pertahanan negara Tri Matra terpadu yang dilandasi kepentingan nasional dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim.
(2) Membuat pemerintah tidak absen dengan membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya, dengan memberikan prioritas pada upaya memulihkan kepercayaan publik pada institusi-institusi demokrasi dengan melanjutkan konsolidasi demokrasi melalui reformasi sistem kepartaian, pemilu, dan lembaga perwakilan.(3)
Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka negara kesatuan. (4) Menolak negara lemah dengan melakukan reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya.(5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia melalui peningkatan kualitas pendidikan dan pelatihan dengan program “Indonesia Pintar”; serta peningkatan kesejahteraan masyarakat dengan program “Indonesia Kerja” dan “Indonesia Sejahtera” dengan mendorong land reform dan program kepemilikan tanah seluas 9 hektar, program rumah kampung deret atau rumah susun murah yang disubsidi serta jaminan sosial untuk rakyat di tahun 2019.
(6) Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya.(7) Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik. (8) Melakukan revolusi karakter bangsa melalui kebijakan penataan kembali kurikulum pendidikan nasional dengan mengedepankan aspek pendidikan kewarganegaraan, yang menempatkan secara proporsional aspek pendidikan, seperti pengajaran sejarah pembentukan bangsa, nilai-nilai patriotisme dan cinta Tanah Air, semangat bela negara dan budi pekerti di dalam kurikulum pendidikan Indonesia; dan (9) Memperteguh kebhinnekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia melalui kebijakan memperkuat pendidikan kebhinnekaan dan menciptakan ruang-ruang dialog antarwarga.
Nasionalisasi asset dan SDA merupakan implementasi dari Nawa cita ke-7 yaitu kemandirian ekonomi. Penguasaan kembali oleh Negara dan dialih-kelolakan dari pihak lain kepada BUMN. BUMN harus merevitalisasi stuktur dan fungsinya dengan berorientasi pada bisnis modern kelas dunia. Penentu kebijakan harus komit terhadap nawacita dan trisakti ini, jangan ada kusak-kusuk untuk diri dan kroni-kroninya dengan dalih apa pun mengatasnamakan
rakyat; tapi sejatinya bakal menyengsarakannya.
Dalam usaha memujudkan Trisakti sebagai landasan menuju terwujudnya cita-cita kemerdekaan Indonesia, sebuah ideologi akan semakin kuat dan diterima oleh lintas generasi bilamana didukung oleh proses pembuktian melalui kerja keras pemimpin nasional dengan struktur pemerintahan yang ada, bahwa pemenuhan tuntutan dan kebutuhan hidup rakyat di dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dapat terpenuhi melalui program
aksi penjabaran dari nawa cita dalam membangun landasan Trisakti guna mencapai cita-cita Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Revolusi Mental adalah awal proses (tahapan utama/paling menentukan) dan/atau bagian terpenting dari proses pembangunan Manusia Indonesia (Adiluhung) yang memiliki hidup dan dasar (ciri) kehidupan bermoral Pancasila untuk mewujudkan Manusia Indonesia Pancasilais Sejati. Seiring dengan tahapan awal (utama) Proses pembangunan manusia tersebut, berlangsung pula proses Pembangunan Kebudayaan (secara bersamaan/simetris), menyangkut adat istiadat/kebiasaan setiap suku bangsa secara keseluruhan dan budaya daerah (seni-budaya) dengan pola/format dasar memanusiakan-manusia yang bertujuan untuk mencerdaskan kehidupan bangsa yang berbudi-daya luhur sehingga terwujudnya ciri Manusia Indonesia Pancasilais yang berBudaya Luhur, sebagai dasar
terbangunnya Jati Diri Bangsa yang Berkepribadian dalam Budaya dengan bingkai dan tersaji menjadi wujud nyata dari BhinekaTunggalIka. Konsistensi atas kemandirian dalam politik, berdikari dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan harus ditunjukkan dengan menolak segala bentuk imperialisme dan kapitalisme.
Maklumat Mahakam 136
Disisi lain, nasionalisme pun sedang bergelora di Blok Mahakam. Budi Satria, SH. dan kawan-kawan didukung oleh 2000-an pekerja bersiap diri berkontribusi membangun negara bersama BUMN Migas Indonesia sekitar 1.578.800 detik lagi (182,5 hari) menuju 1 Januari 2018. Maklumat Mahakam 136 telah dirilis sebagai pertanda bulatnya tekad dan komitmen kebangsaan insan-insan migas sebagai elemen anak bangsa. Bagaikan air bah yang menerjang, menyapu halang rintang yang menghadang.
MaMa-136 memuat apresiasi atas kekompakan, soliditas senasib seperjuangan sekaligus komitmen kolaboratif untuk menjamin alih kelola berjalan lancar dan aman menuju kemandirian energi nasional. Mereka bersiap untuk
membangun hubungan industrial yang setara/sederajat, dinamis dan progresif untuk menjamin ditunaikannya hak-hak dan kewajiban para pihak. Bahkan, bisa dimaknai sebagai role model alih kelola wilayah kerja migas lainnya. Walaupun mungkin pola kontraknya berbeda, setidaknya dapat dijadikan model komunikasi dan kontribusi Serikat Perkerja. Menyangkut Bagi Hasil Gross Split, negara wajib hadir mengambil tanggungjawab membiayai dan
memproteksi para pekerja Indonesia. Semua biaya terkait ketenagakerjaan Indonesia (yang hanya sekitar 7% dari keseluruhan biaya operasional) harus ditanggung oleh negara (di-cost recovery-kan) sehingga memperkokoh pilar ketenagakerjaan Indonesia semakin kokoh sejalan dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan No. 13/2003. Yang hasilnya akan memiliki keunggulan komparatif bagi bangsa dan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kontrol Sosial dan Media
Pengawasan harus ekstra ketat agar tidak terjadi penyelewengan. Law enforcement harus ditegakkan secara adil dan janganlah hukum tajam kebawah tumpul ke atas. Rakyat bersama media harus kawal nasionalisasi asset dan sumber daya alama agar tidak salah arah, salah sasaran, diselewengkan demi diri dan para kroni. Rakyat dan Media harus berani menjadi pembela terdepan sehingga nasionalisasi asset dan sumberdaya alama kan benar-benar memberikan manfaat yang sebesar-besarnya demi kemakmuran rakyat dan bangsa Indonesia.
Dengan demikian Detak Detik Nasionalisasi yang kini sedang berlangsung mudah-mudahan segera menjadi kenyataan dan menguntungkan untuk sebesar-besarnya kepentingan rakyat, bangsa dan negara Indonesia. Sejalan dengan semangat proklamasi, tujuan nasional, tujuan pendidikan nasional, maupun trisakti; yang telah berpuluh-puluh tahun rakyat menantinya.
(semoga. Email : harysmwt@gmail.com).